Rabu, 06 Agustus 2008

Lord Krishna


Lord Krshna.............................

Kamis, 01 Mei 2008

Perjalanan Spiritual

Turni

Perjalanan Mengikuti World Youth Conference ke India (1)

Melunasi Janji Masa Kecil

Bagai sebuah mimpi, anak seorang petani kecil akhirnya pergi ke tanah Bharatya India untuk mengikuti acara bertaraf internasional Sri Satya Sai World Youth Conference. Saya sangat yakin, keberuntungan ini tidak terlepas dari keyakinan yang terus tertanam sejak masa kecil serta serangkaian yadnya yang saya gelar, seperti Agnihotra di pantai Padang galak, Bali beberapa bulan lalu. Hari itu tiba, akhirnya 23 Juli 2007 lalu, kami rombongan dari Bali berangkat ke tanah dimana avatara Rama dan Krisna menginjakkan kakinya di bumi ribuan tahun silam.

Perjalanan yang panjang tidak menghilangkan senyum dari wajah kami. Kami tiba di bandara internasional Mumbai pukul 01.30 waktu setempat atau sekitar pukul 03.00 wita. Kami harus melanjutkan perjalanan kembali dengan pesawat yang sama menuju Bangalore untuk menuju Prashanti Nilayam Asram, Desa Puttaparti, Distrik Anantapur tempat berlangsungnya kegiatan. Perjalanan ke bandara Bangalore memakan waktu sekitar 1,5 jam. Sesaat sebelum turun dari pesawat, saya tersentak karena teringat dengan janji masa kecil, bahwa akan langsung bersujud pada Ibu Pertiwi manakala menginjakkan kaki di India. Kisahnya, ketika berumur belasan tahun, saya membaca banyak kisah-kisah tentang inkarnasi Dewa Wisnu di tanah India serta berbagai kisah kemasyuran Tuhan. Akhirnya, terselip keinginan untuk datang ke tanah dimana Krisna bermain-main dengan para bhakta-Nya itu. Karena saya hanya anak seorang petani kecil, harapan itu menjadi mustahil. Saat itulah terucap dari mulut bocahku, kapan saja saya menginjak tanah India, saya akan langsung bersujud. Akhirnya dengan sedikit malu-malu, saya melakukan sujud sederhana di parkir bandara Bangalore dan melakukan sujud khuyuk di Kuil Ganesha Prashanti Nilayam.

Ketika tiba di India saya mendapat penjelasan bahwa bulan ini penuh keberuntungan, selain karena kegiatan World Youth Conference, juga perayaan Guru Purnima yang jatuh 30 Juli tahun ini. Yang paling mengejutkan adalah hingga Maret 2008 merupakan bulan Sarvajit, dimana merupakan waktu yang sangat bertuah untuk melakukan latihan spiritual demi meningkatkan kualitas hidup kita. Selain itu dijelaskan pula, permohonan saat Sarvajit yang konon datang ribuan tahun akan terkabul, dengan persyaratan tertentu seperti mengelilingi kuil Ganesha dan menchantingkan mantra. Terlepas dari semua itu, saya menganggap buah matang pada saatnya, sehingga kedatangan saya ke India tepat pada waktunya dan benar-benar telah diatur oleh Tuhan.

Rombongan kami tiba di asram yang kini sangat termasyur yakni Prashanti Nilayam siang hari Selasa 24 Juli. Kami langsung mengurus registrasi dan ternyata beberapa orang dari rombongan kami dinyatakan tidak dapat mengikuti kegiatan karena umurnya melewati batas ketentuan seorang pemuda yakni 35 tahun. Kegembiraan kami bertambah manakala panitia menyatakan bahwa peserta putri diberikan pakaian seragam berupa tiga sari, pakaian tradisional India untuk dikenakan selama kegiatan. Tentu saja, ini pertamakalinya saya mengenakan kain sari yang sering ditonton pada film India. Entah kenapa siang itu dalam suasana yang capek dan ngantuk, saya tidak langsung istirahat, melainkan menanyakan program sore di asram tersebut. Kami langsung mengikuti dharsan yang dimulai sekitar pukul 02.00 siang, setelah kami mendapatkan satu ruangan dan membersihkan diri. Saya tidak banyak tahu tentang program peningkatan spiritual itu, tetapi rasa bahagia menyelimuti bisa berkumpul di Sai Kulwant Hall tempat dharsan dan kegiatan berlangsung. Lama kami menunggu dengan perut lapar kedatangan Mahaguru Bhagavan Sri Satya Sai Baba. Diruangan itu dikumandangkan beberapa bait doa Weda dan bhajan atau menyanyikan lagu-lagu yang sarat dengan pengagungan nama Tuhan, mirip dengan kidung di Bali tetapi lebih padat dengan pengucapan nama Tuhan.

Walaupun tidak banyak mengerti saya turut menikmati keindahan lagu yang tampaknya keluar dari hati terdalam group musik spiritual itu. Sadguru Sai Baba pun tampaknya juga menunjukkan ekpresi senang. Ternyata kegiatan itu berlangsung beberapa jam yang membuat saya sangat kelaparan. Sore menjelang malam dilakukan arathi diiringi lagu Om Jay Jagadeesa hare….yakni melampaikan api yang biasanya dilakukan di depan simbol Dewa sebagai tanda penghormatan dan berakhirnya ritual. Ketika pembagian prasadham atau makanan yang telah diberkati, saya akhirnya sadar, bahwa hari dimana saya sangat kelaparan adalah ashadi ekadasi, hari dimana semestinya seseorang puasa demi terjadi peningkatan spiritual. Rencana Tuhan memang tidak pernah salah dan beliau mendidik saya untuk menjadi seorang Hindu yang sejati.

Perjalanan Mengikuti World Youth Conference di India (2)

Tanda Kebangkitan Semangat Spiritual Pemuda Dunia

Saya tidak henti-hentinya bersyukur atas kehadiran saya pada kegiatan yang melibatkan 86 negara di dunia dengan jumlah peserta lebih dari 5 ribu orang tersebut. Impian masa muda saya akhirnya terwujud yakni mengikuti kegiatan spiritual berskala internasional, walau tidak sehebat bintang pujaan saya Swami Vivekananda yang hadir pada konferensi agama Dunia di Chicago puluhan tahun lalu yang menjadikannya bintang muda bersinar karena kecerdasan serta konsep Hindu dan penampilanya yang memikat.

Konferensi secara resmi dibuka Kamis 26 Juli berlangsung selama tiga hari, ditambah dengan tiga hari program tambahan. Pagi-pagi benar kami harus berkumpul sesuai dengan zona masing-masing. Mulai tinggal di Prashanti Nilayam, bahasa Indonesia adalah bahasa langka karena kami harus berkomunkasi dengan bahasa Inggris. Sehingga hari pertama mendengar instruksi dari panitia yang berasal dari UK dan USA, kami harus meminta bantuan rekan dari Malaysia untuk menjelaskan. Dan selanjutnya telinga kami terlatih mendengar bahasa inggris dari berbagai negara tersebut. Delegasi dari Indonesia menampilkan pakaian adat Bali dalam parade negara pada pembukaan kegiatan tersebut. Kami harus berjalan melingkar untuk menuju star awal parade yang berjarak sekitar dua kilometer dari asram. Iring-iringan panjang dengan sari seragam membuat kami seperti tamu yang sangat terhormat. Terlebih ketika memasuki asram, pintu sakral yang tidak pernah dibuka, terbuka untuk kami lalui. Ketika memasuki ruangan besar kegiatan, guru spiritual Sai Baba telah menuggu kami dengan senyum yang sangat bangga,

Setelah ucapan selamat datang dari ketua panitia, Bhagavan Sai Baba yang biasa disapa Swami memberikan ceramah. Beliau menyampaikan rasa bangganya atas kehadiran para pemuda dari berbagai negara, dari yang berkulit putih hingga gelap, yang dibalut seragam pakaian tradisional India. Sai Baba menyampaikan harapan besarnya kepada para pemuda untuk kebaikan dunia ini. Hal pertama yang ditekankan adalah agar pemuda melakukan transformasi diri yang meliputi penerapan ajaran dharma dalam kehidupan sehari-hari. Ditekankan, pemuda yang menjadi harapan negara masing-masing dan semesta ini harus membangun karakter yang kokoh, demi dapat mengambil peran secara positif. Beliu berulang kali menegaskan bahwa untuk kebaikan dunia, educare atau proses pendidikan nilai-nilai kemanusiaan harus diterapkan demi terjadi transformasi. Dikatakannya, dewasa ini, sulit sekali mencari pemuda yang berkarakter kokoh, yang percaya pada dirinya dan percaya pada Tuhan serta berperilaku baik.

Setelah ceramah yang mendebarkan itu, sampai tiga hari berikutnya, sederetan ilmuwan dan pembicara dunia memberikan ceramahnya dan workshop, seperti Prof. Dr Anil Kumar, Dr. Samuel Sandwiss, Dr. Phyliss Krystal dan beberapa pemuda dari berbagai benua menyampaikan bagaimana keyakinan pada Tuhan telah mengubah hidup mereka, dari miskin menjadi seorang ilmuwan, dari duka menjadi bahagia serta mukjizat yang telah terjadi dalam hidup mereka.

Beberapa pembicara menyampaikan kutipan yang kini telah mendunia tentang persyaratan ideal pemuda masa kini, adalah memiliki kepada seperti Sangkara, hari seperti Budha dan tangan seperti Prabhu Janaka. Maksudnya, seorang pemuda harus memiliki tiga keunggulan dasar yakni kecerdasan dan daya pembeda yang tinggi, dimana sangkara adalah salah satu pendiri filsafat Hindu yang terkenal jenius sejak muda. Sementara, tidak cukup hanya dengan kepintaran, juga harus memiliki hati yang penuh kasih, siap memaafkan, serta memiliki tangan yang siap bekerja untuk kebaikan, siap membantu dengan semangat pelayanan. Ditegaskan pula oleh beberapa pembicara, bahwa hanya pemuda yang dapat mentransform pemuda serta pemuda harus menjadi pemimpin yang ideal dimasa depan, pemimpin yang mampu melindungi negaranya, semangat, anggun dan adil.

Setelah melewati kegiatan yang sangat menyenangkan serta inspiratif, pada penutupan kegiatan Sai Baba kembali memberikan ceramah. Kali ini beliau menegaskan agar pemuda berpegang pada dharma atau kebenaran. Demikian pula, agar pemuda memiliki daya pembeda atau deskriminasi yang tinggi, untuk membedakan mana yang baik untuk dilaksanakan dan yang buruk untuk dihindari. Tanpa hal tersebut dinyatakan pemuda tidak akan menjadi bintang cemerlang. Kepada segenap pemuda, beliau juga menekankan untuk melakukan transformasi secara serius demi menjadi pemuda yang berkarakter. Dengan suara tegas, beliau juga meminta agar para pemuda meninggalkan berbagai kebiasaan buruk seperti merokok, minum-minuman keras serta memakan makanan yang tidak satvik. Demikian pula diminta untuk meninggalkan pergaulan yang buruk dan mulai membangun pergaulan berkualitas yang mana diisi dengan kegiatan pembacaan kitab suci Weda, diskusi demi meningkatkan kemampuan dan berbagai aktivitas berharga lainnya. Beliau juga meminta untuk melakukan sembahyang serta meditasi secara teratur setiap harinya, sebagai kegiatan menyenangkan dalam proses pembangunan karakter.

Kegiatan tersebut benar-benar tampaknya menyedot perhatian para peserta. Semuanya tampak semangat dan akrab, walau bahasa kadang-kadang menjadi penghalang. Namun komunikasi dengan bahasa hati serta isyarat ternyata sangat berguna. Bahkan secara sukarena, ribuan dari kami berjanji akan sekuat tenaga untuk menjadi pemuda yang ideal. Api kasih dan semangat spiritual telah dibagikan ke hati kami masing-masing. Dan diminta agar kami memelihara api tersebut yang selanjutnya dibagikan kepada segenap pemuda dengan dasar kasih pada negara kami masing-masing. Dengan pemuda yang baik, taat pada agamanya, penuh kasih maka sebuah negara akan terbangun dengan landasan kebenaran yang kuat.

Perjalanan Mengikuti World Youth Cenference (3)

Mengunjungi Musem dan Tempat Suci

Selama seminggu lebih kami diajarkan tata cara kehidupan asram yang ketat. Aturan yang paling ditekankan adalah pembatasan pergaulan antara putra dan putri. Dalam setiap kegiatan hingga kantin, tempat barisan cewek dan cowok selalu terpisah. Demikian pula, ketika duduk pada kegiatan, dalam kesempatan yang berhadap-hadapan kami diperingatkan untuk tidak melirik ke barisan pria yang juga tampak seragam dan tampan dengan kemeja tangan panjang putih-putih. Ketika berpapasan, kami diminta untuk menunduk, sesuai dengan tradisi India, bukan malah cuci mata.

Banyak yang memberi nasehat agar saya memelihara api spiritual dialam diri serta melakukan banyak latihan spiritual selama di India. Tujuannya bukan untuk jadi orang aneh atau dukun setelah kembali ke pulau dewata, melainkan hidup ideal, mampu mengontrol emosi dan bekerja sama, etos kerja yang tinggi serta memiliki keyakinan yang mantap, terlebih datangnya Sarvajit yang sangat langka. Maka tanpa membuang banyak waktu, saya mengikuti program yang dilaksanakan asram yakni guru purnima yang jatuh 30 Juli. Aula tempat kegiatan dihias lebih semarak dari kegiatan sebelumnya. Berbagai prosesi pemujaan dilaksanakan. Saya mendapat penjelasan bahwa guru purnima adalah pemujaan Tuhan sebagai guru alam semesta, demi menuntun umat manusia kearah kebaikan dan kesempurnaan. Sekali lagi saya menikmati indahnya lagu pujian dan mantra-mantra weda yang dilantunkan.

Keesokan harinya, saya mendatangi kuil Ganesha, Dewa penghancur segala halangan dan rintangan serta pemberi anugrah ketajaman budi untuk melakukan pemujaan. Biasanya di kuil ini, umat Hindu melakukan ritual mengelilingi kuil dan memecah kelapa tanda keberuntungan, mirip dengan beberapa upacara Hindu di Bali yang menggunakan kelapa. Walaupun wilayah kuil yang cukup luas, saya bertekad mengelilingi 108 kali sebagai sebuah dharma seorang pemudi yang masih memiliki tubuh kuat. Beberapa petugas kuil tampak mengkhawatirkan saya, karena hingga matahari bersinar terik, saya belum juga berhasil menyelesaikan jumlah putaran yang sangat berat itu. Hingga sekitar 2,5 jam, hitungan 108 dapat saya selesaikan dengan gembira menghaturkan sujud kehadapan beliau.

Kesempatan yang tidak saya lewatkan adalah mengunjungi museum Caitanya Jyoti. Dalam museum besar lengkap dengan program elektronik ini dijelaskan berbagai kejadian di alam semesta, sesuai pandangan veda dan avatar. Penggambaran yang jelas membuat pengunjung lebih mengerti daripada membaca dari kitab suci. Dijelaskan proses lahirnya 10 inkarnasi Visnu kedunia. Tangga spiritual yang harus dilewati oleh manusia, serta banyak hal yang menyangkut spiritual juga diselipkan bagaimana banyak insan yang berhasil mendapatkan penampakan Tuhan karena dedikasi dan kegigihannya mengucapkan nama Tuhan.

Sungai Citrawati yang dikenal suci serta pohon kalpavriksa juga saya kunjungi dengan dipandu teman dari Jakarta Diah Angorowati yang hafal dengan tempat tersebut. Secara fisik, tempat tersebut tampak biasa-biasa saja, bahkan tampak kotor, sebagaimana banyak orang yang meragukan keagungan Sungai Gangga yang diturunkan ke bumi. Tetapi Diah yang telah saya anggap sebagai kakak, meminta saya untuk melihat dengan mata rohani, agar dapat berpikir secara rohani pula. Pohon kalpavriksa adalah pohon pengabul segala keinginan dan banyak sekali surat tergantung disana, disamping orang berdoa yang padat. Saya dinasehatkan untuk tidak meminta hal-hal yang duniawi disana. Demikian pula, saya selanjutnya mengunjungi berbagai tempat suci dan kuil yang sangat mengesankan. Pada akhirnya, tercapai sebuah kesimpulan sederhana, bahwa Tuhan maha pemurah dan darimanapun kita dapat memuja-Nya. Dari tanah India, saya justru semakin mencintai Bali sebagai tanah kelahiran dan memberikan pelajaran pada diri saya. Walau India adalah tanah leluhur, yang mana agama Hindu berasal, namun Bali adalah India mini dan ibu pertiwi yang harus dijaga vibrasi dan kesuciannya. Satu hal yang berbeda adalah, ketika kita memasuki tempat suci di India, pengawasannya sangat ketat. Pengunjung, siapapun dia harus melepas alas kaki, dan tidak diperkenankan membawa barang-barang yang aneh kedalam kuil. Jangankan merokok seperti yang sering terlihat pada utama mandala pura di Bali sebelum persembahyangan, berbicara sedikit saja telah ditegur dan jika bandel, petugas akan mengeluarkan umat dari kuil. Yang diperkenankan adalah namasmaranan, pengucapan nama suci Tuhan dengan suara yang tidak terlalu keras. Saya mendapat penjelasan dari beberapa pengurus kuil, bahwa hal itu dilakukan demi menjaga kesucian dan vibrasi tempat suci. Rokok, kamera, biskuit, air minum, sandal dan berbagai barang lainnya tidak diperkenankan untuk membawa kedalam kuil. Namun ada juga pemandangan yang ganjil yakni, diluar areal kuil seringkali terdapat pengemis yang menharapkan sedekah dari umat yang sembahyang. Ketertiban, keheningan dan tanpa asap rokok di areal persembahyangan agaknya perlu dicontoh untuk diterapkan di Bali yang juga memiliki vibrasi spiritual yang tidak kalah dengan berbagai tempat suci di negara lainnya seperti India.